JAKARTA – Memperingati #TahunBaruIslam1446H, kita diajak untuk merenungi kembali kehidupan Rasulullah SAW, yang menjadi tonggak penyebaran Islam dan pembinaan peradaban manusia yang rahmatan lil ‘alamin. Refleksi atas kehidupan beliau memberi kita wawasan mendalam tentang nilai-nilai yang dianutnya, termasuk kesederhanaan, persatuan, strategi pertahanan, dan pembangunan ekonomi sosial yang inklusif.
Dalam konteks peradaban Islam di Madinah, Rasulullah SAW tidak saja dianggap sebagai pemimpin yang bijaksana, melainkan juga sebagai teladan yang istimewa dalam urusan dunia dan akhirat. Nabi SAW diketahui memiliki sifat zuhud, yang dijelaskan oleh Ahmad Muhammad al-Hufy dalam kitab “Min Akhlaqin Nabiy” sebagai penolakan untuk berhasrat pada hal-hal yang dibolehkan ketika pelakunya mampu memerolehnya. Rasulullah SAW telah menunjukkan kezuhudannya sejak sebelum risalah kenabian, merelakan harta demi meringankan beban orang lain.
Di Madinah, sebagai pemimpin masyarakat, Rasulullah berhak menerima harta dalam jumlah besar, termasuk rampasan perang dan hadiah dari para penguasa. Dalam hal ini, Alquran menyatakan bahwa Nabi menerima seperlima dari rampasan perang yang diperuntukkan bagi keluarganya dan kebutuhan sosial, serta harta fai’ untuk kemaslahatan umat Islam.
Namun demikian, Rasulullah memilih untuk hidup sederhana. “Aku tidak akan senang mempunyai emas sebesar Gunung Uhud. Tidak ada dinar emas yang kusimpan kecuali satu dinar yang kusiapkan untuk melunasi utangku,” demikian sebutan beliau.
Pengalaman Nabi SAW saat menerima hadiah besar dari raja Bahrain menunjukkan lebih jauh tentang kesederhanaannya. Beliau memilih untuk membagikan hadiah tersebut kepada orang-orang yang melintasi rumahnya setelah memimpin salat berjamaah tanpa menolehkan mata pada hadiah itu.
Keadaan ini juga tercermin dalam sikapnya saat menerima tamu, di mana beliau rela meminjam makanan dari kaum Yahudi di Khaibar demi menjamu tamu. “Demi Allah, aku orang yang dapat dipercaya oleh penghuni langit dan bumi,” adalah kata-kata yang dititipkannya ketika meminta Abu Rafi’ untuk berkomunikasi dengan kaum Yahudi tersebut demi kebutuhan tamunya.
Bukan hanya itu, Rasulullah SAW juga terlibat secara langsung dalam pertahanan Madinah, seperti dalam pembangunan parit yang lebar dan dalam. Parit ini pada akhirnya menjadi sangat penting dalam Pertempuran Khandaq dan hingga kini, Masjid Khandaq serta masjid-masjid bersejarah lainnya di Madinah, seperti Masjid al-Fath, Masjid Salman Farisi, Masjid Umar, Masjid Abu Bakar, Masjid Ali, dan Masjid Fatima, menjadi tempat perenungan akan kebijaksanaan strategis yang diambil oleh Nabi dalam menjaga kota.
Dalam pencapaian tersebut, Piagam Madinah memainkan peran penting sebagai konstitusi tertulis pertama yang mengatur kehidupan bersama antara Muslim dan non-Muslim yang saling menghormati dan melindungi satu sama lain. Hal ini mengilhami konsep hak asasi manusia universal yang jauh kemudian diadopsi oleh dunia.
Suri teladan Nabi Muhammad SAW tercermin dalam firman Allah SWT, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik (uswatun hasanah) bagimu.” Sebuah pengingat bahwa nilai-nilai yang dibawa Rasulullah SAW harusnya menjadi panduan bagi kita semua, khususnya dalam membangun masyarakat yang adil, maju, dan beradab. Peristiwa-peristiwa seperti Pertempuran Khandaq dan sikap zuhud Rasulullah menjadi acuan tak hanya bagi kemaslahatan umat Islam, tetapi untuk kemaslahatan semesta alam.