DHAKA – Kerusuhan terus berlangsung di Bangladesh, di mana ribuan warga serta para pendemo menuntut Perdana Menteri Sheikh Hasina untuk meletakkan jabatan. Keadaan yang sudah memanas sejak awal Juli 2024 berujung pada kerusuhan dahsyat pada Minggu (4/8), yang menewaskan lebih dari 90 orang, termasuk petugas kepolisian yang diserang brutal oleh massa pendemo.
Seperti yang dikutip dari Reuters, “Jumlah korban tewas yang mencakup setidaknya 13 polisi itu merupakan yang tertinggi dalam satu hari dari semua protes dalam sejarah Bangladesh, baru-baru ini.” Jumlah ini bahkan melampaui kerusuhan sebelumnya yang menelan korban jiwa sebanyak 67 orang saat mahasiswa mengecam regulasi kuota pekerjaan pemerintah. Hasina, yang telah memimpin Bangladesh selama 20 tahun dan baru saja memenangkan masa jabatan keempatnya dalam pemilu yang kontroversial, menghadapi salah satu tantangan terbesar selama ia berkuasa.
Kerusuhan ini memaksa pemerintah untuk memblokir internet selular di seluruh negeri, mencerminkan gigihnya usaha untuk memadamkan arus informasi. Mencekamnya situasi ini pulalah yang membuat Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia mengeluarkan pernyataan khusus, mengingatkan Warga Negara Indonesia (WNI) di Bangladesh untuk meningkatkan kewaspadaan dan mengurangi aktivitas di luar rumah.
Sementara itu, dilaporkan oleh AFP bahwa situasi darurat di Bangladesh itu berakhir dengan serangan terhadap gedung pemerintahan, di mana “mereka menyerang kantor polisi dan membunuh 11 polisi,” ujar Bijoy Basak, Wakil Inspektur Jenderal Polisi Bangladesh.
Keamanan warga Indonesia di Dhaka tentu menjadi perhatian serius, mengingat tingginya intensitas kerusuhan. Dalam sebuah komunikasi, Kemlu RI menyatakan bahwa KBRI Dhaka telah meningkatkan status kedaruratan dari Siaga III menjadi Siaga II. Serta menambahkan, “Memperhatikan keselamatan dan keamanan, diimbau kepada para WNI di Bangladesh untuk meningkatkan kewaspadaan, mengurangi aktivitas luar rumah untuk hal-hal non-esensial, serta menghindari kerumunan massa dan lokasi demonstrasi.”
Berita terkini menunjukkan krisis tersebut tidak hanya memukul sektor keamanan dan kestabilan negara tetapi juga mengganggu pendidikan. Pemerintah terpaksa meliburkan sekolah dan universitas dalam upaya mencegah penyebaran aksi protes dan kekerasan.
Tindakan keras polisi Bangladesh, termasuk penggunaan gas air mata dan peluru karet, tampaknya tidak cukup untuk meredam api kemarahan rakyat. Walaupun pemerintah telah berusaha menutup akses komunikasi melalui pemblokiran internet oleh pemerintah, suara rakyat terus bergema. Volker Turk, Ketua Hak Asasi Manusia PBB, dengan tegas mendesak, “Kekerasan yang mengejutkan di Bangladesh harus dihentikan,” menyoroti kekhawatiran terhadap kematian lebih lanjut.
Selain itu, situasi ini turut berdampak pada kelancaran fungsi-fungsi kota seperti di ibu kota Dhaka, menghambat warga untuk melanjutkan aktivitas keseharian mereka dan terjebak dalam suasana was-was. Kekhawatiran akan kerusuhan dan protes menjadi bagian keseharian warga saat mereka berusaha menyerukan perubahan politik yang drastis.
Baca Juga : Dampak Media Sosial Terhadap Gelombang Suara Pemilu 2024