JAKARTA – Membicarakan air bukanlah sekadar urusan satu atau dua negara, melainkan tanggung jawab global yang mengemban masa depan bumi. Di KTT World Water Forum ke-10 di Bali, Indonesia tidak hanya sebagai tuan rumah, namun juga menjadi pionir dalam menandai belenggu kebersamaan demi masa depan pengelolaan air yang berkelanjutan.
Gema kolaborasi dan komitmen yang ditabuhkan di Nusa Dua, Bali, bukan hanya sekadar simposium, tapi merupakan denyut nadi kemajuan untuk menghadapi permasalahan hidrometeorologi yang semakin kompleks.
Tak lama lagi, komen kita akan menyaksikan, bagaimana konservasi, akses, dan inovasi teknologi akan diperbarui dengan semangat baru yang dibawa oleh para pemimpin dunia di forum air ini.
Perhelatan besar World Water Forum (WWF) ke-10 yang diadakan di Bali tidak hanya menjadi sebuah ajang pertemuan, namun juga pintu gerbang bagi diskusi mendalam dan komprehensif mengenai masa depan pengelolaan sumber daya air global.
Sebagai tuan rumah, Indonesia mengambil peran strategis dalam memimpin dialog dan kolaborasi untuk menghadapi tantangan hidrometeorologi yang semakin kompleks. Dengan demikian, kegiatan ini menjadi lebih dari sekedar konferensi, melainkan wadah kolaboratif yang memadukan pikiran dan tindakan bagi masa depan yang lebih berkelanjutan.
Dalam forum ini, Indonesia dan negara-negara peserta berkomitmen untuk:
- Mengembangkan Sistem Pengelolaan Air yang Inklusif: Mengakui keberagaman kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh berbagai populasinya, strategi pengelolaan sumber daya air diarahkan untuk menjadi inklusif dan mampu menyediakan akses yang setara bagi semua lapisan masyarakat.
- Memprioritaskan Konservasi Lingkungan Hidup: Penegasan kembali pentingnya konservasi untuk melindungi ekosistem air dari degradasi. Dalam konteks ini, forum menekankan aksi nyata dalam pembangunan infrastruktur yang berwawasan lingkungan serta pemanfaatan teknologi hijau.
- Solusi Nyata untuk Kekeringan Global: Dengan menghadapi ancaman kekeringan yang semakin nyata dan sering terjadi, pertemuan kali ini tidak lepas dari diskusi mengenai perumusan solusi konkret. Pembicaraan terfokus pada bagaimana mitigasi dan adaptasi terhadap kekeringan dapat diterapkan dalam skala lokal hingga global.
- Memastikan Ketersediaan Air Bersih dan Sanitasi yang Layak: Sebagai bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa, WWF ke-10 menyoroti pentingnya peningkatan akses terhadap air bersih dan sanitasi. Agenda ini adalah bagian dari kolaborasi internasional yang lebih luas untuk memastikan setiap individu dapat memenuhi kebutuhan dasarnya.
- Mendorong pemakaian Teknologi Pencegahan Bencana Hidrometeorologi: Memberikan platform bagi pakar dan peneliti untuk membagikan penemuan serta inovasi teknologis teranyar yang dapat membantu negeri-negeri untuk lebih baik dalam memprediksi dan mencegah bencana alam yang terkait dengan air.
Hasil dari pertemuan ini diharapkan tidak hanya menjadi pernyataan sikap, melainkan tindakan yang diimplementasikan dalam kerangka kerja yang tepat, untuk menciptakan dampak jangka panjang terhadap pengelolaan air di dunia.
Saat Indonesia dan delegasi yang hadir menandatangani kesepakatan bersama, mereka juga menandai komitmen terhadap masa depan di mana air, sebagai kebutuhan dasar yang tak tergantikan, dikelola dengan bijaksana dan keadilan akses.
Sudut Pandang Jokowi: ‘No Water, No Life’
Dalam sorotan World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali, pernyataan Presiden Joko Widodo, “Tanpa air tidak ada makanan, tidak ada perdamaian, tidak ada kehidupan,” bukanlah sekadar pepatah melainkan seruan bagi keberlangsungan masa depan yang lebih aman dan sejahtera. Komentar tersebut menegaskan urgensi pengelolaan sumber daya air yang efektif dan inklusif, memahami bahwa air adalah kunci dari banyak aspek kehidupan.
- Akses Air Bersih: Lebih dari sekedar kebutuhan dasar, air bersih adalah fondasi untuk kesehatan dan higiene. Pidato Presiden Jokowi tidak hanya mengajak negara-negara untuk fokus pada kuantitas tetapi juga kualitas air yang tersedia untuk masyarakat. Dengan realisasi bahwa hanya 1% dari seluruh permukaan air di bumi yang dapat diakses untuk konsumsi manusia, urgensi untuk sanitasi layak menjadi jelas. Sebuah komitmen global untuk memastikan akses ke air bersih yang aman harus menjadi prioritas utama.
- Kebutuhan Sanitasi: Sanitasi yang memadai merupakan pilar penting bagi kesehatan publik dan pengelolaan lingkungan. Akses sanitasi layak berkorelasi langsung dengan penurunan angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit bawaan air. Sehingga, kebijakan yang mendukung pembangunan infrastruktur sanitasi memainkan peran kritikal dalam upaya pembangunan berkelanjutan.
- Ketahanan Pangan: Presiden menyoroti betapa 500 juta petani kecil, yang menyumbang sekitar 80% dari pangan dunia, akan menjadi golongan yang paling rentan mengalami kekeringan pada tahun 2050. Artinya, tanpa manajemen air yang baik, terancamnya ketahanan pangan dunia tidak bisa dihindarkan. Segenap pemangku kepentingan perlu mengadopsi langkah-langkah proaktif dalam konservasi air serta penerapan teknologi irigasi yang efisien untuk memastikan ketersediaan air untuk pertanian.
Komitmen untuk pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan oleh Indonesia dan dunia diejawantahkan melalui kerja bersama, seperti yang terlihat di forum internasional ini. Solusi inovatif untuk kekeringan global dan pencegahan bencana hidrometeorologi menjadi beberapa fokus utama yang dibahas.
Peran teknologi pengolahan juga tidak dapat diabaikan. Memaksimalkan teknologi terkini untuk pengolahan air, baik untuk meningkatkan kualitas maupun efisiensi penggunaannya, esensial untuk mendukung upaya konservasi. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk membangun fondasi pengelolaan air yang kuat guna mencapai pembangunan berkelanjutan yang inklusif dan berkelanjutan.